Saturday 11 August 2018

Ottoman

Baru juga beberapa menit tiba di Istanbul, saya disambut dengan hampir disiram oleh janitor bandara.
Terima kasih pak, sebuah sambutan yang cukup mengejutkan.
Well, merhaba, Istanbul!

Prewords



Leaving on a Jet Plane

002


Strangeland




Setelah 15 jam perjalanan, akhirnya kami tiba di daerah yang tidak pernah saya pikirkan sama sekali untuk saya hampiri.
Dengan senang hati, saya sambut petualangan ini.
Yang melekat tentang Istanbul dari saya hanyalah Spice Girls yang waktu itu konser di sana.
Sisanya saya tidak terbayang. What to do? Where to go? What to visit? Tidak terbayang.
Bertanya pada Google, beliau menjawab daerah bukit batu dengan balon udara berterbangan yang bernama Capadoccia,
bukit kapur bernama Pamukkale, dan Istanbul bagian old town.
Setelah diskusi panjang, akhirnya Istanbul dan Denizli menjadi tujuan kami untuk 10 hari ke depan.

A warm welcome



Jam tangan menunjukkan pukul 13.00 waktu Bali, penduduk di sini masih melakukan aktivitas pagi mereka.
Semua memberi salam "good morning" yang membuat pikiran dan apa yang saya lihat tidak sejalan.
Selamat datang di Istanbul, jam menunjukkan pukul 10 pagi waktu Turki.
Ternyata ini yang disebut dengan jet-lag.
Kini perlu ada penyesuaian fisik dengan waktu di Eropa.

Oh, selamat datang di Istanbul, sejauh ini menyenangkan walau hampir disiram janitor.



006


007


009

Fatih menjadi rumah kami untuk 4 hari ke depan.
Sebuah kota kecil yang tertata rapi dengan bangunan yang berdiri di atas bangunan lama yang kini menjadi basement,
 — benar di bawah jalan raya berdiri sejajar bangunan asli kota tersebut.
Tanpa sadar ternyata saya berada di kota lama, di mana dulu tempat ini adalah pusat kerajaan Ottoman setelah menaklukkan peradaban Yunani di tahun 400an.

Ottoman sendiri adalah kerajaan islam yang menguasai daerah Timur Tengah, Eropa bagian selatan, dan Afrika bagian utara.
Jangan heran jika anda melihat ras-ras tersebut banyak meramaikan kota tua ini.
Kini Turki bukan lagi negara yang diperintah raja.
Bangunan-bangunan tua kini diwariskan menjadi cagar budaya yang kini dialih-fungsikan menjadi tempat wisata sejarah seperti museum dan masjid.


012


Kahve


014


015


016


018


Stride-by


Little Market


021

Tidak susah untuk menyesuaikan diri dengan adat di kota tua (catat: kota tua)
Semua orang di sini terlihat sangat ramah dan pandai bicara — tentu saja, ini daerah pariwisata.
Jalanan sudah bagai catwalk fashion show.
Untuk pria-pria, rambut tertata rapi ala Kochi, kemeja ketat lengkap dengan pamer dada.
Wanitanya? Tampak ayu dengan wajah paduan Timur Tengah dan Eropa serta pakaian tertutup.
Saya? Seperti biasa seperti gembel bercelana pendek dan bersandal.

Makanan dan minuman?
Anda harus terbiasa dengan roti-rotian, keju, yogurt asli, buah mediteranian,
dan buah zaitun untuk beberapa hari ke depan.
Tidak ada cabai atau terasi di sini. Mungkin karena itu mereka heran melihat saya makan capsicum dengan lahap.
Percayalah 10 hari tanpa cabai cukup membuat lidah Bali saya menderita.


European Istanbul


Ayasofya Müzesi


A Fountain


The Town


Good Night

Malam datang terlambat.
Istanbul di malam hari begitu tenang diiringi kicauan burung-burung laut.
Aya Sofya berdiri cantik di tengah kota yang belum juga tertidur.
Dan berjalan di tengah kota lama untuk mencari Turkish Delight pesanan Yulyta menutup hari pertama di Istanbul.
Adat di sini sudah saya rekam baik-baik dalam kepala.
Selain pariwisata, Istanbul pada malam hari juga menyimpan sisi lain sama seperti Bali.
Seperti… pengungsi perang Syria yang membuat saya ingin langsung pulang ke Bali malam itu.
"Good evening, sir… we're from Syria. We need your kindness to buy some baby food"
sambut seorang wanita beserta balita di sebuah lorong Eminönü.
Jebol jantung saya.

Foto bagian pertama bisa dilihat selengkapnya di sini.

No comments:

Post a Comment