Friday 4 November 2016

12 Jam dari Rumah

Sudah berkali-kali saya mendengar kisah tentang pulau yang hanya saya dengar dari buku Sejarah dan buku Geografi: Pulau Ternate.
Miss Bernice banyak berkisah tentang keindahan dan kemegahan pulau itu yang membuat saya ingin berkunjung ke tempat itu.

Sha, Maret ke Ternate. Tolong foto konser kami".
Semesta maha mendengar, sahabat saya Man Angga tanpa ragu mengajak saya berangkat menuju ke Timur Laut Indonesia.
Dan di sini, petualangan 12-jam-dari-rumah kami jalani.

The Arrival


Subuh menyambut, kalau saja Kupit tidak teriak-teriak di depan rumah mungkin saja kami akan tertinggal pesawat. “where are you going, mate?” tanya teman baru di sebelah saya. “the eclipse, we’re going to Ternate!” sahut saya. Rasa senang perlahan memudar karena lama perjalanan yang tidak main-main. Setelah singgah di Surabaya dan Manado, akhirnya dengan pesawat kecil kami terbang menuju timur. Setelah 12 jam perjalanan, kami tiba di sebuah pulau kecil.
Selamat datang di Ternate, bangces! Mari kita lihat apa yang terjadi untuk 3 hari ke depan.

Hari pertama menjelajah Ternate diawali dengan permasalah anak kota… mencari wifi untuk mengunlock iPhone Cok.
Ditemani Stipen kami berkeliling mencari koneksi wifi. …dan setelah memakan waktu yang tidak lama (surprisingly, wifi di sini sangaaaat kencang) kami siap untuk menuju Pulau seberang, pulau Maitara yang bersebelahan dengan pulau yang ada di uang Rp1000 kalian.


The Icon



The Portrait


The Folklore


The Wait



The Departure

Kami disambut dengan atmosfir yang sangat berbeda dari Jawa dan Bali.

Budaya Islam yang kental, dicampur dengan adat timur yang sangat ramah membuat kami lebih segan dan santun dalam bersikap.
Kami bersiap untuk melihat lokasi sebelum kembali ke Ternate.
Oh, hari itu adalah hari Pengerupukan.
Untuk pertama kalinya setelah 28 tahun, kami semua tidak merayakan hari istimewa tersebut — demi pengalaman baru, tidak apa lah.

Matahari baru menyambut, hari ini di Bali sedang menyepi.
Kami bersiap untuk bermain di Maitara. Setelah tiba di pulau, kami bersiap.
Bersiap untuk menyambut matahari yang dimakan kala.
Perlahan cahaya di sekitar meredup — hampir diri kira kalau saya mulai buta.
Musik EDM dari playlist saya diputar…
…perlahan Maitara mulai gelap. Gerhana tiba..
...shalat Gerhana yang merdu terlantun dari speaker.

Kami semua tertegun

Semua dari kami setuju bahwa momen itu adalah momen tersyahdu yang pernah kami alami.
Momen di mana kami merasa kecil di antara ciptaan-Nya.

The Phenomenon

Perlahan matahari kembali ke bentuknya dan dengan teriknya dia menemani kami di Maitara.
Sambil menunggu Nosstress ke panggung, saya dan Nyoman mengisi waktu dengan membersihkan pesisir pantai Maitara yang sedikit ada sampah.
"Sayang ada sampah" — ujar kami, "Bukan bli, ini sampah kiriman dari pulau seberang".
Tanpa sadar, seluruh pengunjung dan panitia ikut membersihkan sisi pantai.
Satu lagi momen menyenangkan yang kami ukir di timur Indonesia.
Sudah mulai senja, Nyoman, Kupit, dan Cok bersiap ke panggung.
Seperti biasa mereka sukses menghibur pendengarnya. Sudah sore, sudah kangen rumah.


The Island Life

The Wait

The Show

The Ending



Akhirnya kami pamit dari Maitara yang menyenangkan dan mistis.
Sudah. Rindu. Rumah… Takdir berkata lain, kami harus tetap di Ternate untuk …3 hari ke depan.
Mood kami sudah swinging karena sudah sangat rindu rumah — seperti anak kecil.
Tidak boleh berlarut, kami masih numpang di pulau orang.
Idfy, Epen, dan tuan rumah lainnya selalu ada ketika kami butuhkan sehingga membuat kami untuk metilesan iba. Terima kasih, teman-teman!

Sisa hari di Ternate sebelum kami pulang diisi dengan berwisata keliling Pulau yang sebesar kota madya Denpasar.
Ternate adalah pulau kecil yang menghasilkan cengkeh dan kaya akan kuliner maritimnya.
Setelah menikmati senja di sisi lain Ternate kami kembali ke rumah Idfy — masih dengan rasa ingin pulang.

The Sunset

Mungkin ini yang disebut takdir. Esok harinya kami beruntung karena dapat berkunjung ke kedaton sebelum esoknya kami terbang pulang ke rumah.
Sudah lama saya dengar kisah tentang kedaton dari Miss Bernice:
…tentang mistisnya bangunan dan kultur di sana, tentang wibawa almarhum Sultan yang sampai sekarang masih saya rasakan.
Perasaan saya waktu itu, bagai seorang penggemar bertemu idolanya.
One dream achieved.

The Sacred One

The Authentic

The Missing

Hari yang kami tunggu tiba.
Tiket pesawat sudah kami pegang.
Bisa bayangkan lebar senyum kami? Akhirnya kami pulang dengan berbekal cerita.
Setelah menempuh jarak yang tidak sejauh kemarin akhirnya kami tiba di pulau tercinta.
12 jam yang mengajarkan kami untuk merendah dan membumi di tanah rantau.
12 jam yang memukau kami melihat kebesaranNya.
12 jam yang mematangkan kami akan arti dari sebuah rumah.


The Waves

The Blend



Terima kasih banyak Ternate.
Terima kasih banyak teman-teman!
Terima kasih atas pengalaman yang tidak akan kami lupakan.

Salam,

Self Portrait

Ésha Satya.

No comments:

Post a Comment