Tuesday 26 August 2014

Hanya Lupa

Awalnya saya ingin menulis segala keluh saya pada post ini.
Ditemani deadline, kopi, cokelat, dan buku ini…
Akhirnya saya melihat semua dari dua sisi, (dan siapa pula yang suka membaca keluhan?) saya harus mengubah perspektif bodoh ini.

The Forgotten

Sudah beberapa bulan (bahkan hampir setahun), ini saya disibukan dengan impian saya yang perlahan terwujud.
Impian yang saya rangkai sejak di bangku kuliah, yang dipandang sinis teman-teman kuliah, yang tidak pernah saya sangka kini hampir tersusun lengkap.
Konskwensi? Tentu ada. Atas nama komitmen, saya tenggelam di kesibukan ini.
Saking dalamnya, saya kesusahan untuk ke permukaan untuk sekadar bernafas.
Untuk sekadar kembali waras.

Kalau saya boleh minta tolong, cuma mau bilang: ngertiin posisi saya dong.
(Iya, ini untuk para jaksa penuntut karya saya)

Saya rindu di masa kami duduk sekadar berkumpul dan membicarakan keresahan yang berakhir menjadi basa-basi saja.
Kecewa rasanya ketika melihat teman-teman berkumpul tanpa saya. Sangat kecewa.

Lupa untuk sadar diri, diri sudah mabuk dengan hal yang publik sebut passion.
"Ga boleh maraaaah". Hihi. Setelah banyak perpisahan, dan banyak bertemu orang-orang baru yang hebat (ada temen-temen RBDI, Kadek Doi, Farid Stevy, Bernice Yellena, dan masih banyak lagi) akhirnya saya mulai sadar, sudah waktunya untuk bergerak untuk mengetahui 'apa mau kita' sejauh ini — tanpa melupakan, dan menyesal akan masa lalu. Dan tentunya berterima kasih karena telah mengajarkan banyak hal.

Hehehe. Mabok nih kayaknya.

The Forgotten

Sampai jumpa lagi semuanya.

No comments:

Post a Comment