Saturday 21 March 2015

Ngerupuk

Seperti biasa waktunya untuk menyambut rutinitas di Bali yang dilaksanakan setahun sekali: Ngerupuk.
 Total sudah 23 tahun saya bersentuhan dengan Ogoh-ogoh,
dan ini adalah tahun ke-5 saya berinteraksi langsung dengan pawai bersama teman-teman dari STT yang selalu menyenangkan.

Namun semua berubah ketika akulturasi budaya menyerang…
Sudah waktunya event ini perlu banyak rejuvenasi, dan evaluasi.

Beberapa hari sebelum pawai ogoh-ogoh dimulai,
keresahan yang saya simpan ternyata menjadi keresahan bersama sebagian besar (atau kecil?) masyarakat Bali.
Kini para peserta pawai sudah mulai menggeser kebiasaan kami menjadi festival mabuk paling legal di Bali
(itu kata sebagian besar teman-teman saya, dan saya sangat setuju).


House music memecah telinga, dan attitude yang tidak menyenangkan akan banyak ditemui di sepanjang pawai berlangsung.
Ya, di pawai kemarin ada seseorang dengan sengaja meledakkan botol bir yang akhirnya menancap di kaki saya
— dan dengan arogannya berlalu dengan tawa.
Dan sayangnya hanya segelintir pemuda yang masih menggunakan sekaha gong.
Jadi, yang baru nonton ogoh-ogoh untuk pertama kali, saya ingatkan ini bukan tradisi kami. 

FYI, dahulu zaman kakek-nenek kami tidak mengenal pawai ogoh-ogoh.
Karena pada esensinya, H-1 Nyepi adalah upacara Ngerupuk.
Dalam ritual ini kami mengumpulkan kala untuk diberi sesaji agar tidak menggangu catur beratha penyepian.
Pada dasarnya, kami harusnya hanya berkeliling rumah (atau desa) membawa obor, dan membuat kegaduhan dari kulkul dengan tujuan di atas.

Seiring perkembangan zaman dan kepentingan pariwisata, pawai ini menjadi sustains dan mulai kehilangan makna.

Tidak ada yang salah dari inovasi seperti adanya pawai ogoh-ogoh.
Hanya disayangkan saja sikap arogan pemuda-pemuda yang kami bahas di atas.

Eits, jangan berpikir buruk dulu. Banyak inovasi yang baik dari pemuda-pemuda STT di Bali kok.
Ada pentas teatrikal di Canggu, dan inovasi gamelan perkusi di Kesiman.
Ini yang perlu kita amati untuk melestarikan budaya dan esensi yang benar — tidak meleset.

Kata si Bangga: "jangan caper kalo ndak punya skill".

Oh iya, selamat tahun baru çaka semua.



Sekaha Gong
Sketsa kasar, teman-teman STT Eka Adnyana sedang melakukan penampilan gamelan di pawai ogoh-ogoh kemarin

Best regards,

Esha Satrya

2 comments: