Di antara penatnya pekerjaan, ada saja jalanNya untuk tetap membuat saya untuk membumi.
Minggu belakangan Mangsi terlihat sepi tanpa sosok Windu, begitu juga dengan Anggie.
Ternyata, ada kabar gembira di balik jarangnya sosok mereka yang menghilang.
Hari itu bersama Virus, Rai, dan Ness kami melipat ratusan undangan.
Dan… "Sha, besok ke rumah. Fotoin aku." — pinta Windu.
Jadi, hari ini adalah hari besar bagi teman saya yang (berambisi) besar akhirnya tiba.
Windu Segara Senet, dan Anggie Wisandewi siap menuju ke tahap hidup selanjutnya.
Pagi, saya sudah stand-by dengan pakaian adat rapi.
Tanpa persiapan panjang saya langsung setuju dan muncul begitu saja di antara kerumunan keluarga besar Windu.
Langsung saja sosok Windu menyambut. Sudah gagah, bor.
Langsung saja sosok Windu menyambut. Sudah gagah, bor.
Hari ini kami akan menjemput Anggie untuk dibawa ke rumah sang calon suami.
Suasana penuh excitement, termasuk saya.
Oh iya, tentunya juga penuh akan batu akik.
Oh iya, tentunya juga penuh akan batu akik.
Matahari makin tinggi, waktunya kami menuju Timur Bali.
Windu dan Anggie sudah sah menjadi suami dan istri. Turut berbahagia.
Sudah siap memulai dari 0 lagi dalam menjalin hubungan.
Raut bahagia terpancar dari wajah semua orang.
Kembali ke bulan Februari 2015, di bawah pohon besar di Ksirarnawa.
Saya, Windu, dan Dektri seperti biasa melakukan obrolan ringan dan berat dalam waktu yang random.
Muak akan diskusi politik, kemudian mengganti topik menjadi yang lebih… berat: berkeluarga.
"Apa lagi yang kamu tunggu? Aku yang akan ada di sebelahmu ketika kamu sudah tua dan tidak berdaya"
Kira-kira itu ucapan Anggie pada Windu yang membuat dirinya luluh.
Bukan cuma Windu, saya dan Dektri juga.
Hahaha.
Sekali lagi, selamat untuk Windu dan Anggie.
Doakan saya menyus— "Iya, doa sudah sering, tinggal aksi saja" — ucap Windu.
best regards,
Ésha Satrya
No comments:
Post a Comment