Friday 1 January 2021

Sedalam lautan, seluas angkasa

Matahari terbit tepat di tanggal 1 Januari lima tahun lalu, saya tersadar dan langsung menantang dunia.

Semesta maha mendengar, tantangan saya dijawab, now we’re fucked up.

How’s life? We are survived.

31 Desember 2020, suatu pagi di rumah yang 8 tahun tidak saya jumpai.

Amunisi di 2019 (untuk 2020 yang lebih baik) terpakai hingga akhir tahun dengan baik.

Di saat narasi cemas, takut, dan keterbatasan menyelimuti dunia secara bersamaan,

tanpa sadar diri untuk berkembang dengan baik dan teduh untuk sesama.


Jarak, batas dan kehilangan mengajak saya untuk bersandar sejenak untuk melepas beban dan kembali bernafas.

Kabar dari Sandra dari Iceland setelah batal bertemu di Bali,

dan hari-hari yang ceria bersama orang-orang asing di internet selama masa pandemi menjadi obat untuk tetap waras.

Kini, saya sudah berhenti mencari apa yang hilang,

dan lebih bersyukur dengan yang dimiliki sampai detik ini.

You are blessed” kata mereka setelah sekian lama saya tidak mendengar pengingat bahwa saya tetap orang yang baik.

Yang kemudian saya tato di pergelangan tangan kanan saya.


Pertama kalinya menyaksikan konser online dan setelah sekian lama tidak melihat Sandra.

Lóki (kiri) di Tabanan, dan Thør (kanan) di Denpasar bersama Ãppo

Apa inti dari menyimpan kecewa terlalu lama?
Kadang, cara untuk menjadi lebih ramah ke hidup adalah dengan terpukul keras.
Kehilangan + pandemi adalah kombinasi maksimal untuk sebuah kontemplasi diri.
Menyimpan kecewa pun berakhir patah hati.

Jika tahun lalu saya lampiaskan dengan amarah tak terarah, kini saya menghadapi dengan berlapang dada (al fatihah untuk Ayip Budiman) dan memaafkan (untuk kekecewaan yang terjadi karena ekspektasi sendiri).

Sudah dulu bersedihnya, waktunya untuk berbagi.
Setelah tertunda beberapa bulan, akhirnya rencana yang kami rancang sejak 2018 direstui semesta.
Tetap berkarya dengan jujur dan baik di masa pandemi ini membawa banyak kebaikan
untuk GANGS, untuk BUMI.




Setelah ±5 bulan berproses, 
saya bertemu banyak orang yang membuka hati saya untuk lebih memahami banyak hal.
Rasa lelah pasti ada, rasa yang mengubah saya untuk tidak lagi keras.
Tidak lagi keras dalam berkomunikasi dengan Bapak.
Tidak lagi memaksakan kehendak ke orang lain yang tidak sejalan.
Atau melepas seseorang karena rasa sayang.
(yes, another fucked up love life, but make it more wiser)
Sudah waktunya untuk tidak keras ke diri sendiri.
Tolong diingatkan ya.



Kejutan tiada henti di 2020,
Setelah 8 tahun absen, akhirnya saya pulang ke rumah Gianyar.
Tidak lagi memburu torch flowers, nanas, atau capung.
Atau makan di dapur bersama pekak, nini, dan kompyang.
Kini menjalin kembali hubungan yang lama tak terjalin.
It's a good old days.
Selamat menempuh hidup baru, Bli Mang dan Mbok Koming.

Setelah duduk sebentar bersama Erma di Ubud,
kini kembali ke Denpasar dan disambut Kadek.
Ada potongan cheese pizza di meja yang dipesan Kadek.

"Ada yang cukur, Dek?"
Kadek menjawab dengan 2 foto pelanggan baru.
"Mereka puas?" tanya saya.
"Dari wajah mereka sih puas"
jawab Kadek yang menutup hari terakhir barber di 2020.

Setahun pasca disebut sebagai parasit membuat saya tumbuh menjadi rindang untuk semua orang.

Untuk Gustra, Oka, Wirya, Ade, Dayu, Sandra, Kadek, Yussa, Syai, Wira, Debol, Yudhi, Zhafran, Dedut, Doni dan seluruh teman-teman yang mempercayai saya selama ini tanpa perlu pembuktian:

terima kasih.


Salam,

sedalam lautan, seluas angkasa




Ésha Satrya




1 comment:

  1. Bravo bro , wellcome back , you are the survivar , believe your self oke!!

    ReplyDelete