2012…
Terakhir mau mendaki……
Terakhir mau mendaki……
Saya ditinggal teman-teman karena perihal ikut ngayah di suatu pameran yang digelar musisi indie ternama lokal
Rasanya? Kesal. Entah kenapa tahun itu tidak terlalu bersahabat.
Tahun awal saya mulai terbuang dari pergaulan.
Ah, persetan — sudahlah. Sudah lewat.
Toh, 5 tahun kemudian saya diberi kesempatan untuk merasakan hal tersebut.
8 Januari 2017 saya sukses menaklukan Batur dengan bangga.
Desember 2016.
Sesuai rencana, Yusa ingin mempererat silaturahmi internal komunitas.
Komunitas yang beliau bangun tahun ini akan menginjak tahun ke-4.
Caranya? Melakukan outing rutin dengan tajuk "SWB Back to Nature".
Jauh hari Yusak, Oka, dan Yusa sudah bersemangat mengumpulkan massa untuk mendaki.
Mengingat mendaki Batukaru gagal begitu saja.
"Ayo, Sha. Ikut mendaki demi foto Instagram yang bagus!" — ajak Yusak.
Sepatu gunung, jaket, jas hujan, flash light, topi gunung, sarung tangan, tisu basah, bekal, minuman…
Semua catatan sebelum mendaki sudah dilempar ke forum oleh Yusa.
Dan hari itu… Saya bergabung bersama Yusak, Yusa, Oka, Omang, Dedek, Surya, Gita, Dimas, Indra, Gus Ary, Gung Surya, dan Bangun untuk mengumpulkan bahan upload di Instagram.
Waktu menunjukkan 3.00 pagi waktu Indonesia Tengah.
Bersama Omang, kami berangkat menuju Bali Tengah yang dingin.
Badan mulai gemetar, kami tiba di Batur untuk mulai mendaki.
Setelah bolak-balik kamar mandi, akhirnya kami siap mendaki.
Kesan pertama? mulai menyesal.
Saya harus mendaki dengan sepatu bersol tipis kesayangan.
…dengan medan yang ternyata sangat-sangat berbatu.
Ndak boleh ngeluh, kami di sini ber-13, frequensi harus saya jaga.
Dengan ceria kami tetap fokus mendaki sambil bernyanyi soundtrack Ninja Hatori.
Dedek, Oka, dan teman-teman memimpin di barisan paling depan.
Saya, Omang, dan Yusak tertinggal di belakang.
…dan waktu menunjukkan pukul 5.30 pagi, matahari sudah terlihat.
Kami telat untuk menyaksikan sunrise.
Tidak apa, pemandangan pagi itu sudah cukup membuat kami tenang bagai bayi diberi mainan baru.
Sesuai rencana, Yusa ingin mempererat silaturahmi internal komunitas.
Komunitas yang beliau bangun tahun ini akan menginjak tahun ke-4.
Caranya? Melakukan outing rutin dengan tajuk "SWB Back to Nature".
Jauh hari Yusak, Oka, dan Yusa sudah bersemangat mengumpulkan massa untuk mendaki.
Mengingat mendaki Batukaru gagal begitu saja.
"Ayo, Sha. Ikut mendaki demi foto Instagram yang bagus!" — ajak Yusak.
Sepatu gunung, jaket, jas hujan, flash light, topi gunung, sarung tangan, tisu basah, bekal, minuman…
Semua catatan sebelum mendaki sudah dilempar ke forum oleh Yusa.
Dan hari itu… Saya bergabung bersama Yusak, Yusa, Oka, Omang, Dedek, Surya, Gita, Dimas, Indra, Gus Ary, Gung Surya, dan Bangun untuk mengumpulkan bahan upload di Instagram.
Waktu menunjukkan 3.00 pagi waktu Indonesia Tengah.
Bersama Omang, kami berangkat menuju Bali Tengah yang dingin.
Badan mulai gemetar, kami tiba di Batur untuk mulai mendaki.
Setelah bolak-balik kamar mandi, akhirnya kami siap mendaki.
Kesan pertama? mulai menyesal.
Saya harus mendaki dengan sepatu bersol tipis kesayangan.
…dengan medan yang ternyata sangat-sangat berbatu.
Ndak boleh ngeluh, kami di sini ber-13, frequensi harus saya jaga.
Dengan ceria kami tetap fokus mendaki sambil bernyanyi soundtrack Ninja Hatori.
Dedek, Oka, dan teman-teman memimpin di barisan paling depan.
Saya, Omang, dan Yusak tertinggal di belakang.
…dan waktu menunjukkan pukul 5.30 pagi, matahari sudah terlihat.
Kami telat untuk menyaksikan sunrise.
Tidak apa, pemandangan pagi itu sudah cukup membuat kami tenang bagai bayi diberi mainan baru.

Jam 6 pagi, akhirnya kami tiba di puncak — yang ramai.
Penghuni gunung dan tamunya sudah berbaur menyaksikan event sederhana tersebut.
Kami siap melakukan ritual sebenarnya: foto-foto.
"Segini saja?" ujar saya — yang ternyata saya salah.
Nampak beberapa ratus meter dari pandangan terlihat 2 bukit yang lebih tinggi.
Iya, kami akan mendaki ke sana.
Medan mulai terjal. Batu besar, kerikil, dan pasir siap menjadi alas kaki kami.
Bagaimana rasanya? Anda bisa liat ekspresi Yusak di bawah ini.
Setelah menahan rasa sakit di telapak kaki sedari subuh, akhirnya saya tiba di puncak.
Indra mengulurkan tangan untuk memberi high five, saya acuhkan. Lelah sudah memuncak.
Sampai akhirnya saya melewati pagar kayu sederhana di puncak bukit itu.
Kami disambut dengan kombinasi pemandangan indah dan sensasi sakit pada kaki yang belum pernah saya alami.
Sebuah kesan yang terbayar.
Saya rasa konten Instagram sudah cukup. Waktunya untuk turun gunung.
Dan saya tidak pernah menyangka bahwa inilah bagian terberat dari trip hari ini.
Jalan terjal Batur bukan hal yang ramah.
Setelah berskating ria, tiba-tiba lutut kanan mengeluarkan bunyi yang membuat saya yang tadinya bersemangat tanpa sengaja berteriak kecil.
Tidak boleh cengeng, rasa sakit saya tahan sampai bawah.
Teman-teman memimpin di depan, rasa lelah, lapar, dan kantuk sudah menyerang kami.
Saya ditemani Gus Ary dan Omang pelan-pelan menyusul.
Menuruni kaki gunung dengan lutut terkilir sungguh bukan permainan mudah.
Apalagi menggunakan sepatu bersol tipis. Bencana diri.
Jam 12 siang, akhirnya kami tiba di posko.
Masih lelah, masih lapar, masih ngantuk.
Omang bertemu dengan sahabat barunya, anjing hitam Kintamani yang dinamai Black Mamba. Sebelum pulang, tentu kami sempatkan untuk berfoto ria.
— dengan tampang lusuh.
Setelah makan, akhirnya kami membubarkan diri.
Jiwa balap teman-teman keluar.
Bangli — Denpasar kami tempuh lebih cepat.
Dasar SWB, Semeton Workout Balap.
dan 5663 telah tertaklukan.
dan 5663 telah tertaklukan.
Jadi bagaimana? Kapok, Ésha?
Tidak. Next trip kami akan mendaki Gunung tertinggi di Bali.
See you soon, Guung Agung.
Kind regards,
Ésha Satrya
nb: fungsi tissue basah apa ya? Bukan, bukan untuk lap keringat. Melainkan untuk lap pantat jikalau kalian harus buang air besar di gunung.
nb: fungsi tissue basah apa ya? Bukan, bukan untuk lap keringat. Melainkan untuk lap pantat jikalau kalian harus buang air besar di gunung.
No comments:
Post a Comment